“Kassian Cephas (15 Februari 1844 - 1912) dapat dianggap sebagai pelopor fotografi Indonesia. ”
Kassian
Cephas (15 Februari 1844 - 1912) dapat dianggap sebagai pelopor
fotografi Indonesia. Ia adalah seorang pribumi yang kemudian diangkat
anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft. Nama
Kassian Cephas mulai terlacak dengan karya fotografi tertuanya buatan
tahun 1875.
Cephas
lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan
bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik
Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di
rumah Christina Petronella Steven. Cephas mulai belajar menjadi
fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore
van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah sekitar tahun
1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa
ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.
Publikasi
luas foto-foto Cephas dimulai pada tahun 1888 ketika ia membantu
membuat foto-foto untuk buku karya Isaäc Groneman, seorang dokter yang
banyak membuat buku-buku tentang budaya Jawa, yang berjudul: In den
Kedaton te Jogjakarta. Pada buku karya Groneman yang lain: De Garebeg's
te Ngajogjakarta, karya-karya foto Cephas juga ada disitu.
Dengan
kamera barunya yang bisa dipakai untuk membuat "photographe instanee",
Cephas mulai menjual karya-karya fotonya. Sejak itu karya-karyanya mulai
dikenal dan dipakai sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para masyarakat
elit Belanda ketika mereka akan pergi ke luar kota atau ke Eropa.
Misalnya ketika JM. Pijnaker Hordijk, pemilik sewa dan seorang
Vrijmetselaar terkemuka akan meninggalkan Yogyakarta, ia diberi hadiah
album indah berisi kompilasi karya-karya foto Cephas dengan cover indah
yang dilukis oleh Cephas sendiri dan bertuliskan "Souvenir von
Jogjakarta". Album-album semacam itu yang berisi foto-foto sultan dan
keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat
pemerintahan seperti residen dan asisten residen. Keadaan seperti ini
tentunya membuat Cephas dikenal luas masyarakat kelas tinggi, dan
memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka.
Cephas
mulai bekerja sebagai fotografer kraton pada masa kekuasaan Sultan
Hamengkubuwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak kraton maka ia bisa
memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di kraton semisal
tari-tarian untuk kepentingan buku karya Groneman.
Cephas
juga membantu pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan
zaman Hindu-Jawa yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan yang
dilakukan oleh Archaeologische Vereeniging di Yogyakarta. Proyek ini
berlangsung tahun 1889-1890. Dalam bekerja, Kassian Cephas banyak
dibantu Sem, anak laki-lakinya yang paling tertarik pada dunia fotografi
seperti ayahnya. Kassian Cephas memotret sementara Sem menggambar
profil bangunannya.
Ia
juga membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar tersembunyi
Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto yang dibuat
Cephas untuk penggalian ini. Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9000
gulden untuk penelitian ini. Cephas dibayar 10 gulden per lembar
fotonya. Cephas mengantongi 3000 gulden (sepertiga dari seluruh uang
penelitian). Jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu itu.
Cephas
adalah pribumi satu-satunya yang berhasil menguasai alat peradaban
modern, itu juga yang membuatnya diakui di kalangan golongan masyarakat
kelas tinggi. Buktinya ia bisa menjadi anggota istimewa Perkumpulan
Batavia yang terkenal itu. Tahun 1896 ia dinominasikan menjadi anggota
KITLV (Lembaga Linguistik dan Antropologi Kerajaan) atas dedikasinya
memotret untuk penelitian Archaeologiche Vereeniging. Ia benar-benar
diterima menjadi anggota KITLV pada tanggal 15 Juni 1896. Ketika Raja
Chulalongkorn dari Thailand berkunjung ke Yogyakarta tahun 1896, ia
mendapat hadiah berupa tiga buah kancing permata. Bahkan Ratu Wilhelmina
dari Belanda memberi penghargaan berupa medali emas Oranje-Nassau
kepada Cephas pada tahun 1901.
Cephas
sendiri sudah sejak tahun 1888 memulai prosedur untuk mendapatkan
status "gelijkgesteld met Europeanen" atau "disetarakan dengan kaum
Eropa" untuk dirinya sendiri dan anak-anak laki-lakinya: Sem dan Fares;
suatu prosedur yang dimungkinkan oleh UU Kewarganegaraan Hindia Belanda
pada masa itu.
sumber:http://www.memobee.com/fotografer-pertama-di-indonesia-2295-eij.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar